Oleh Sardono Syarief
Menulis
merupakan kegiatan mental tingkat tinggi. Artinya, menulis
merupakan
kegiatan yang membutuhkan pikiran dan perasaan dengan intensitas yang
tinggi. Dalam ketrampilan berbahasa, menulis juga menduduki tingkatan tertinggi
setelah mendengar, berbicara, dan membaca (Mulyoto,8 : 2006).
Masih kata Mulyoto, mulanya orang
hanya mendengar perkataan orang lain di sekitarnya saat masih bayi. Kemudian ia
meniru perkataan orang tersebut dengan berbicara. Setelah masuk sekolah,
barulah dia belajar menulis dengan mengungkapkan semua pengalamannya. Karena
termasuk kegiatan mental tingkat tinggi itulah, maka menulis merupakan kegiatan
yang membutuhkan suatu kesungguhan.
Termasuk di dalam kegiatan menulis,
adalah mengarang. Namun biasanya menulis lebih banyak diwujudkan dalam
bentuk tulisan essei, artikel, berita, opini, dan feature (nonfiksi). Sedangkan mengarang,
biasa dibuktikan dengan tulisan cerita,
puisi, novel, dan drama (fiksi).
Dalam tulisan ini kita sepakati
saja untuk istilah “menulis” mencakup keduanya. Baik fiksi maupun nonfiksi.
Berbincang tentang menulis, asyik memang. Akan
tetapi pada umumnya hal yang satu ini masih kurang mendapat perhatian penuh
dari kita, kaum pendidik di sekolah-sekolah. Khususnya di sekolah-sekolah dasar.
Artinya, untuk melakukan kegiatan ini, sadar atau tidak, kita belum semuanya
merasa terpanggil. Bahkan untuk menghadapi
kegiatan yang satu ini kebanyakan dari kita akan segera menyerah sebelum
mencoba melakukannya.
Pada umumnya kita akan bilang, menulis itu sulit, walaupun Arswendo Atmowiloto meyatakan mengarang/menulis itu gampang. Menulis
itu pekerjaan momok, kata kebanyakan
orang. Walaupun ada pula orang lain yang
senang melakukannya.
Kalau gambaran demikian yang
terjadi pada diri kita, bagaimana halnya dengan anak didik di sekolah-sekolah? Bukankah mereka masih serba berkiblat
pada apa yang kita lakukan? Bukankah
jika si pendidik bilang merah,,
anak-didik akan meniru bilang merah?
Demikian pula jika kita bilang biru,
anak didik kita pun akan mengatakan biru?
Begitu juga yang terjadi pada kegiatan menulis. Jika kita
sudah terbiasa melibatkan anak
didik untuk kenal sekaligus melakukan
kegiatan menulis, tentu mereka akan
terimbas pula untuk melakukan hal yang sama. Mereka akan termotivasi untuk melakukan kegiatan
menulis sebagaimana yang dilakukan oleh seorang gurunya.
Sebaliknya, jika kita selaku guru
memandang kegiatan menulis itu suatu
momok yang senantiasa harus dihindari, akan mampukah anak didik kita
melakukan kegiatan “menulis” sebagaimana yang dituntut oleh Standar
Kompetensi / Kompetensi Dasar pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2006? Sebagai jawabnya,
tentu saja tipis harapan untuk bisa melakukannya, bukan?
Nah, sesungguhnya, apa sih yang disebut dengan menulis?
Menulis ialah
mengungkapkan atau menyampaikan suatu gagasan dengan bahasa tulis
(Suparno,Prof.Drs, dalam Modul PGSD 4303
UT, Jakarta 2007). Dengan menulis (bukan menyalin), berarti kita dapat mengadakan komunikasi kepada orang lain
khususnya pembaca.
Di sekolah-sekolah tempat kita
mengajar, sesungguhnya tidak sedikit mata pelajaran yang dapat kita tempuh dengan
kegiatan menulis. Terutama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa,
dan Bahasa Inggris.
Pada ketiga mata pelajaran
tersebut, untuk kegiatan menulis selain - pendahuluan, isi, dan
penutup karangan- kita tak perlu
mengenalkan rumus-rumus tertentu
kepada anak sebagaimana yang terdapat pada mata pelajaran Matematika maupun
Fisika.
Misal, untuk dapat menghitung Luas Segitiga, pada mata pelajaran
Matematika, kita akan menggunakan rumus:
L = a x t :2, dengan keterangan L=Luas, a=alas, dan t= tinggi segitiga. Sedangkan pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia (menulis),
rumus-rumus seperti di atas tak akan pernah kita temukan. Terlepas dari
rumus-rumus tertentu itulah maka untuk “menulis”, khususnya mata pelajaran
Bahasa Indonesia, dibutuhkan adanya suatu minat
dan kesungguhan dari dalam diri
kita, para pendidik.
Sebelum anak-anak kita ajak untuk berlatih menulis, terlebih dahulu kita harus telah mencobanya. Kita
berusaha untuk bisa menghasilkan sebuah tulisan
dengan baik terlebih dahulu. Sambil mengajak anak-anak untuk berlatih,
kita harus sudah bisa menunjukkan hasil karya nyata kepada anak-anak. Dengan contoh nyata ini,
bisa diharapkan anak-anak akan
termotivasi untuk segera meniru “menulis/mengarang” sebagaimana yang kita
lakukan.
Akan tetapi selama ini sudahkah
kita sanggup memenuhi harapan seperti yang terurai di atas? Jika ada yang sudah
bisa memenuhi, itu pun jumlahnya masih bisa dihitung, dibanding yang belum mau
mencobanya.
Bahkan banyak yang beralasan, karena menulis itu tak gampang, maka mereka
tak mau melakukannya sama sekali. Apalagi rekan-rekan yang bersedia
melatih anak untuk menulis, masih tak seberapa jumlahnya.
Sehingga anak akan selalu bingung. Apa yang harus dikerjakan dalam mengawali
proses menulis, menguraikan tulisan, mengakhiri tulisan, dan sebagainya?
Akibatnya, anak tetap tidak akan mampu menulis
dengan baik. Apalagi menghasilkan karangan yang cukup memuaskan.
Nah, jika gambaran demikian yang
terjadi, mampukah anak didik kita
menyelesaikan tugas dan pekerjaan rumah tentang menulis?
Berkaitan dengan kegiatan menulis, tentu kita
punya tujuan tertentu. Untuk apakah
kita bersusah payah menulis kalau tak punya tujuan yang kita inginkan? Apakah
kita menulis hanya untuk membuang-buang waktu dan tenaga saja? Tentu saja tidak
bukan? Maka, menurut pendapat penulis, kita melaksakan kegiatan menulis karena kita punya tujuan
antara lain sebagai berikut:
1.
Menulis
untuk menyalurkan hobi.
Bagi kita yang punya hobi menulis, akan merasa
puas jika ide yang ada di otak kita bisa tersalurkan lewat tulisan. Sebaliknya,
jika belum menghasilkan tulisan, otak terasa begitu padat oleh banyak ide. Kita
belum puas bila belum menulis.
Oleh karena itu, bagi kita yang
punya type seperti ini akan lebih suka menyalurkan hobi menulisnya daripada
mengambil kegiatan lain. Karena dengan menulis, perasaan menjadi puas lagi
terhibur.
2.
Menulis
karena idealisme.
Kita yang punya idealisme tinggi, dengan
menulis bisa menyalurkan pendapat tertentu
kepada masyarakat pembaca. Bagi kita yang punya type semacam ini bisa
mengkritisi kegiatan apa saja yang
dipandang kurang pas dengan kejadian yang ada di masyarakat saat ini.
Misalnya, dalam rangka mengkritisi kebijakan
pemerintah dalam mencerdaskan masyarakat, menciptakan masyarakat damai,
meningkatkan kualitas pendidikan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan sebagainya, kita bisa menuangkannya lewat tulisan.
Orang yang memiliki type idealisme, dengan
menulis mereka bisa menyalurkan opini dan pendapatnya demi perubahan masyarakat
ramai.
3. Menulis
untuk mencari popularitas.
Lewat tulisan ini penulis yakin, di antara kita
ada yang melakukan kegiatan menulis hanya karena untuk mencari popularitas
(terkenal) di masyarakat luas. Ini sah-sah saja. Sebab untuk apa tujuan kita menulis, hanya kita sendirilah
yang tahu jawabannya.
Bagi kita yang menulis untuk mencari ketenaran
(popular) akan berusaha menghasilkan tulisan sebanyak-banyaknya. Tentunya agar
dari setiap tulisan yang kita hasilkan dapat dibaca oleh orang banyak. Jika masyarakat menemukan dan
membaca tulisan kita, mereka akan mengenali siapa nama dan tulisan-tulisan
kita. Maka jadi terkenallah kita pada akhirnya. Kita akan merasa senang karena nama dan karya kita jadi
terkenal (populer) di masyarakat luas.
4. Menulis
demi uang.
Semua orang apapun profesinya, tentu butuh
uang. Para pekerja pabrik, buruh tani, pedagang, nelayan, dan yang lainnya
semua membutuhkannya. Hal ini termasuk kita (guru atau pendidik).
Jujur saja kita akui, bahwa untuk hidup uang
senantiasa kita butuhkan. Karena dengan memiliki uang kita akan bisa membeli segala sesuatu yang kita inginkan. Dengan
uang semua kebutuhan akan dapat teratasi. Pun begitu, dengan memiliki banyak
uang apa yang kita angan-angankan akan bisa tercapai.
Berkaitan
dengan itu, untuk mendapatkan uang, kita bisa menggalinya lewat tulisan.
Kita bisa menulis apa saja sesuai
kemampuan kita Bisa artikel, isae, cerpen, novel, berita, buku,
dan lain sebagainya menurut minat kita.
Bila tulisan kita dipandang
bermutu lagi layak diterbitkan atau diinformasikan ke khalayak pembaca
oleh dewan redaksi, tentu kita akan mendapatkan sejumlah uang sebagai honor
atau royalti dari tulisan kita. Dengan demikian, berarti tujuan kita menulis
demi mendapatkan uang akan bisa terwujud nyata.
5.
Menulis
untuk mengumpulkan nilai lebih.
Menulis untuk mengumpulkan
nilai (point) lebih ini banyak dicita-citakan oleh kita kaum pendidik. Karena
sebagaimana tuntutan Keputusan Menpan No.84/1993 tentang Jabatan Fungsional
guru dan angka Kreditnya sebagai syarat kenaikan pangkat dari IV/a ke IV/b dan seterusnya, dibutuhkan
nilai kredit dari kegiatan menulis karya ilmiah sekurang-kurangnya 12 point
untuk setiap tingkatan.
Kita bisa
menulis artikel pendidikan di media massa mana pun. Boleh di koran-koran boleh pula di
majalah-majalah pendidikan. Di samping itu, kita juga bisa menulis modul
atau buku pelajaran untuk diterbitkan pada suatu lembaga penerbitan. Jika tulisan kita bermanfaat bagi dunia
pendidikan dan diterbitkan oleh suatu media tertentu, di samping kita akan menerima
honor, nilai tambah (point) kita untuk persyaratan kenaikan pangkat dan golongan
pun akan bisa terwujud berkat tulisan yang kita hasilkan.
Pada umumnya
dewasa ini pangkat dan golongan guru
mentok/terhenti di gologan IV/A hanya karena tidak terpenuhinya nilai 12 pada karya
ilmiah. Sehingga sampai kapan pun golongan kita tak akan bisa berubah setingkat
lebih tinggi sepanjang kita belum bisa memenuhi nilai 12 dari karya ilmiah yang
wajib kita tulis.
Oleh sebab itu,
bagi kita yang ingin mengubah pangkat dan golongan, khususnya dari IV/A dan
seterusnya, menulis dengan tujuan untuk mencari nilai tambah ini bisa ditempuh
sejak sekarang juga.
Akhirnya, untuk mewujudkan impian kita menjadi
seorang guru yang juga penulis, mari kita menulis sejak sekarang. Kita memulai
dulu sebelum memberikan tugas pada anak didik untuk menulis. Kita tulis apa saja yang tersirat
di benak kita. Karena kita pendidik, utamakan tulisan kita yang ada kaitannya
dengan pendidikan. Boleh buku pelajaran, buku pengayaan, diktat, modul, dan apa
saja yang menurut kita bisa. Semua tulisan tersebut kemudian kita salurkan ke
koran, majalah-majalah, maupun penerbitan buku baik terbitan lokal maupun
nasional.
Ingat! Dengan
tulisan, nama dan karya kita akan jadi terkenal. Dengan tulisan, kita akan bisa
memperoleh finansial (honor). Dengan tulisan, kita akan bisa naik pangkat dan
golongan secara mudah. Dengan tulisan, pengetahuan kita akan bertambah kaya.
Dengan tulisan, jalinan persahatan makin banyak. Mari, kita budayakan menulis
sejak sekarang! Selamat berkarya! ***
Sumber tulisan: Mulyoto,S.Pd.2006. Kiat
Menulis untuk Media Massa. Klaten: Penerbit Sahabat
dan
berbagai sumber tentang dunia menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan masukkan komentar Anda dengan sopan dan tidak berbau SARA.