Awal
lahirnya, sekitar bulan Maret 2008 yang lalu, hampir semua penikmat karya
sastra di Kabupaten Pekalongan,
ramai-ramai menyambut Cikal sebagai
satu-satunya buku sastra yang sarat dengan
karya puisi maupun cerpen pelajar dan remaja. Para
penikmat sastra, terutama para pelajar SMP dan SMA, menyambutnya dengan sangat
antusias
Bagi
mereka Cikal bisa untuk menambah
jumlah bacaan sastra dari yang pernah mereka dapatkan di perpustakaan
ataupun di toko-toko buku. Disamping
itu, Cikal juga bisa untuk ajang berlatih menuangkan
ide secara kreatifitas dalam bentuk
puisi maupun cerpen. Karena memang isi Cikal diutamakan dari karya
siswa-siswi SMP dan SMA/SMK, maka dengan sangat senang hati kehadiran Cikal
dalam setiap bulannya sangat mereka tunggu-tunggu.
Apalagi
-walau baru terbit perdana- Cikal sudah bisa tampil cukup menawan. Cikal sudah dapat dikatakan bagus
menurut kualitas wajah, ilustrasi, lay out, isi, maupun keseluruhannya.
Dari
segi perwajahan, illustrasi dan lay out, Cikal
ditangani oleh saudara Pay, remaja
yang telah piawai dalam merancang
terbitnya buku maupun majalah di kota Pekalongan.
Sedangkan dari segi isi, sejak menjelang lahir, Cikal sudah dibidani oleh tangan-tangan dingin pengurus dan anggota
Komunitas Rumah Imaji (KRI), suatu
kelompok yang berkegiatan di bidang tulis-menulis sastra di Kabupaten
Pekalongan. yang dipandegani oleh Hairul Huda dan dikoordinatori oleh Aveus Har.
Juga
tidak ketinggalan, Forum Lingkar Pena
(FLP) Pekalongan. Dari kelompok ini
turut andil pula Ghufron Muda dan Purwandi TD. Ditambah lagi, Nr.Ina Huda, Najmudin, serta
sederet nama lain.
Semua
pembaca sastra Pekalongan tahu, kalau mereka
adalah para penulis cerpen, puisi, artikel sastra, maupun buku cerita
yang cukup produktif di majalah dan
koran-koran lokal maupun nasional, di
samping di penerbitan buku. Jadi, sangat pantaslah kalau kelahiran Cikal sebagai bunga rampai sastra
pelajar dan remaja Pekalongan sudah cukup memadai dan menjanjikan bagi para
pembacanya. Terutama para remaja dan pelajar SMP dan SMA/SMK.
Terlebih,
untuk pengenalan dan promosi, sekolah-sekolah tak dipungut biaya cetak sepeser
pun. Walau sebenarnya, karena dicetak dengan kertas HVS dan cover yang cukup
bagus, para pengelola harus mengeluarkan dana Rp 7.375,- (tujuh ribu tiga ratus
tujuh puluh lima
rupiah) untuk satu eksemplar buku. Lantas, dari manakah sumber dana yang mereka
gunakan dalam mewujudkan buku Cikal tersebut?
Setelah
sesaat penulis telusuri, ternyata kelahiran Cikal
didukung oleh Pemkab Pekalongan, c.q. Dewan Kesenian Daerah (DKD) yang saat itu dikomandani oleh Drs. Kelik Suwarno. Pemkab maupun DKD rupanya
ingin membangun dan membudayakan cinta membaca sastra di kalangan pelajar dan
remaja lewat Cikal sebagai medianya.
Mengingat
di Pekalongan terdapat kelompok penulis Komunitas
Rumah Imaji yang dipandang mampu
untuk menangani lahirnya sarana tersebut, maka support diberikan kepada KRI sehingga terwujudlah Buku Bunga Rampai Sastra Remaja dan Pelajar yang
cukup memesona ini.
Bahkan sebagai pihak yang merasa ikut
memiliki, Bupati Pekalongan (sekarang mantan), Dra, Hj.
Siti Qomariyah, MA dalam sambutan tertulisnya pada buku tersebut demikian, “Saya berharap, Buku Bunga Rampai Sastra
Remaja dan Pelajar Kabupaten Pekalongan ini dapat dipergunakan sebagai sarana
komunikasi antar seniman dan budayawan. Dapat meningkatkan apresiasi dan kreasi
bagi para seniman dan budayawan dalam berkarya khususnya di bidang sastra,
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin.”
Tentu
saja sebagai media yang telah direstui kelahirannya oleh Bupati atas nama
Pemkab Pekalongan, kehadiran buku bunga rampai untuk edisi selanjutnya sangat ditunggu-tunggu oleh
banyak pihak pecinta dan penikmat sastra dengan
senang hati.
Namun
rasa gembira ini tampaknya tak
terjawab begitu Cikal edisi kedua terbit tak sebagus dan tak secantik edisi
sebelumnya. Edisi kedua, Cikal hadir
dengan wajah yang apa adanya. Kurang
menawan. Semua ini apakah karena
terbentur pada masalah dana? Padahal
kalau dilihat dari jumlah naskah yang masuk dari para pelajar SMP maupun
SMA/SMK, sungguh luar biasa jumlahnya! Ada ratusan bahkan ribuan judul puisi
maupun cerpen yang terkumpul di Rumah Imaji. Rasa penantian yang tak kunjung
selesai ini, begitu Cikal edisi ketiga dan seterusnya hingga sekarang
tak pernah terbit lagi.
Ke
manakah Cikal pergi? Masih adakah kesempatan buku bunga rampai sastra ini
bisa terbit dan hadir di sekolah-sekolah lagi? Bagaimana ini Pak Heru Utomo (Ketua Dewan Kesenian yang sekarang)?
Bagaimana pula ini Pak Bupati? Adakah solusi terbaik agar Cikal yang telah lama mati suri
dapat terbit lagi di tengah-tengah masyarakat Pekalongan yang cinta seni
sastra ini?***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan masukkan komentar Anda dengan sopan dan tidak berbau SARA.