SELAMAT DATANG DI BLOG GURU BELAJAR MENGARANG

Selasa, 14 Agustus 2012

UNTUK APA GURU MENULIS?

Oleh Sardono Syarief 
Menulis merupakan kegiatan mental tingkat tinggi. Artinya, menulis 
merupakan
kegiatan yang membutuhkan  pikiran dan perasaan dengan intensitas yang tinggi. Dalam ketrampilan berbahasa, menulis juga menduduki tingkatan tertinggi setelah mendengar, berbicara, dan membaca (Mulyoto,8 : 2006).
Masih kata Mulyoto, mulanya orang hanya mendengar perkataan orang lain di sekitarnya saat masih bayi. Kemudian ia meniru perkataan orang tersebut dengan berbicara. Setelah masuk sekolah, barulah dia belajar menulis dengan mengungkapkan semua pengalamannya. Karena termasuk kegiatan mental tingkat tinggi itulah, maka menulis merupakan kegiatan yang membutuhkan suatu kesungguhan. 

Termasuk di dalam kegiatan menulis, adalah mengarang. Namun biasanya menulis lebih banyak diwujudkan dalam bentuk tulisan essei, artikel, berita, opini, dan feature (nonfiksi). Sedangkan mengarang, biasa dibuktikan dengan tulisan cerita, puisi, novel, dan drama (fiksi).
Dalam tulisan ini kita sepakati saja untuk istilah “menulis” mencakup keduanya. Baik fiksi maupun nonfiksi.
 Berbincang tentang menulis, asyik memang. Akan tetapi pada umumnya hal yang satu ini masih kurang mendapat perhatian penuh dari kita, kaum pendidik di sekolah-sekolah. Khususnya di sekolah-sekolah dasar. Artinya, untuk melakukan kegiatan ini, sadar atau tidak, kita belum semuanya merasa terpanggil. Bahkan untuk menghadapi  kegiatan yang satu ini kebanyakan dari kita akan segera menyerah sebelum mencoba melakukannya.
Pada umumnya kita akan bilang, menulis itu sulit, walaupun Arswendo Atmowiloto meyatakan mengarang/menulis itu gampang. Menulis itu pekerjaan momok, kata kebanyakan orang. Walaupun  ada pula orang lain yang senang melakukannya.
Kalau gambaran demikian yang terjadi pada diri kita, bagaimana halnya dengan anak didik  di sekolah-sekolah?   Bukankah mereka masih serba berkiblat pada  apa yang kita lakukan? Bukankah jika si pendidik bilang merah,, anak-didik akan meniru bilang merah? Demikian pula jika kita bilang biru, anak didik kita pun akan mengatakan biru?
Begitu juga  yang terjadi pada kegiatan menulis.  Jika kita  sudah terbiasa  melibatkan anak didik  untuk kenal sekaligus melakukan kegiatan menulis,  tentu mereka akan terimbas pula untuk melakukan hal yang sama. Mereka  akan termotivasi untuk melakukan kegiatan menulis sebagaimana yang dilakukan oleh seorang gurunya.
Sebaliknya, jika kita selaku guru memandang kegiatan menulis itu suatu  momok yang senantiasa harus dihindari, akan mampukah anak didik kita melakukan  kegiatan  “menulis” sebagaimana yang dituntut oleh  Standar Kompetensi / Kompetensi Dasar pada  mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2006? Sebagai jawabnya, tentu saja tipis harapan untuk bisa melakukannya, bukan?
Nah, sesungguhnya, apa sih yang disebut dengan menulis?
Menulis ialah mengungkapkan atau menyampaikan suatu gagasan dengan bahasa tulis (Suparno,Prof.Drs, dalam Modul  PGSD 4303 UT, Jakarta 2007). Dengan menulis (bukan menyalin), berarti kita dapat  mengadakan komunikasi kepada orang lain khususnya pembaca.
   Di sekolah-sekolah  tempat kita mengajar, sesungguhnya tidak sedikit mata pelajaran yang dapat kita tempuh  dengan   kegiatan menulis. Terutama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, dan Bahasa Inggris.
Pada ketiga mata pelajaran tersebut,  untuk kegiatan  menulis selain - pendahuluan, isi, dan penutup karangan- kita tak perlu  mengenalkan rumus-rumus tertentu kepada anak sebagaimana yang terdapat pada mata pelajaran Matematika maupun Fisika.
Misal, untuk dapat menghitung Luas Segitiga, pada mata pelajaran Matematika, kita akan menggunakan  rumus: L = a x t :2, dengan keterangan L=Luas, a=alas, dan t= tinggi segitiga. Sedangkan pada mata  pelajaran  Bahasa Indonesia  (menulis), rumus-rumus seperti di atas tak akan pernah kita temukan. Terlepas dari rumus-rumus tertentu itulah  maka untuk “menulis”, khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia, dibutuhkan  adanya  suatu minat dan kesungguhan dari dalam diri kita, para pendidik. 
Sebelum anak-anak kita ajak untuk  berlatih menulis,  terlebih dahulu kita harus telah mencobanya. Kita berusaha untuk bisa menghasilkan sebuah tulisan  dengan baik terlebih dahulu. Sambil mengajak anak-anak untuk berlatih, kita harus sudah bisa menunjukkan hasil karya nyata  kepada anak-anak. Dengan contoh nyata ini, bisa diharapkan  anak-anak akan termotivasi  untuk segera meniru “menulis/mengarang” sebagaimana yang kita lakukan.
Akan tetapi selama ini sudahkah kita sanggup memenuhi harapan seperti yang terurai di atas? Jika ada yang sudah bisa memenuhi, itu pun jumlahnya masih bisa dihitung, dibanding yang belum mau mencobanya.
Bahkan banyak yang beralasan,  karena menulis itu tak gampang, maka mereka tak mau melakukannya sama sekali. Apalagi rekan-rekan yang bersedia melatih  anak untuk   menulis, masih tak seberapa jumlahnya. Sehingga anak akan selalu bingung. Apa yang harus dikerjakan dalam mengawali proses menulis, menguraikan tulisan, mengakhiri tulisan, dan sebagainya? Akibatnya, anak tetap tidak akan mampu menulis  dengan baik. Apalagi menghasilkan karangan yang cukup memuaskan.
Nah, jika gambaran demikian yang terjadi, mampukah anak didik kita   menyelesaikan tugas dan pekerjaan rumah tentang menulis?
 Berkaitan dengan kegiatan menulis, tentu kita punya tujuan tertentu.   Untuk apakah kita bersusah payah menulis kalau tak punya tujuan yang kita inginkan? Apakah kita menulis hanya untuk membuang-buang waktu dan tenaga saja? Tentu saja tidak bukan? Maka, menurut pendapat penulis, kita melaksakan  kegiatan menulis karena kita punya tujuan antara lain sebagai berikut:
1.             Menulis untuk menyalurkan hobi.
Bagi kita yang punya hobi menulis, akan merasa puas jika ide yang ada di otak kita bisa tersalurkan lewat tulisan. Sebaliknya, jika belum menghasilkan tulisan, otak terasa begitu padat oleh banyak ide. Kita belum puas bila belum menulis.
Oleh karena itu, bagi  kita yang punya type seperti ini akan lebih suka menyalurkan hobi menulisnya daripada mengambil kegiatan lain. Karena dengan menulis, perasaan menjadi puas lagi terhibur.

2.         Menulis karena idealisme.
Kita yang punya idealisme tinggi, dengan menulis bisa menyalurkan pendapat tertentu  kepada masyarakat pembaca. Bagi kita yang punya type semacam ini bisa mengkritisi kegiatan apa    saja yang dipandang kurang pas dengan kejadian yang ada di masyarakat saat ini.
Misalnya, dalam rangka mengkritisi kebijakan pemerintah dalam mencerdaskan masyarakat, menciptakan masyarakat damai, meningkatkan kualitas pendidikan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sebagainya, kita bisa menuangkannya lewat tulisan.
Orang yang memiliki type idealisme, dengan menulis mereka bisa menyalurkan opini dan pendapatnya demi perubahan masyarakat ramai.

3.     Menulis untuk mencari popularitas.
Lewat tulisan ini penulis yakin, di antara kita ada yang melakukan kegiatan menulis hanya karena untuk mencari popularitas (terkenal) di masyarakat luas. Ini sah-sah saja. Sebab untuk  apa tujuan kita menulis, hanya kita sendirilah yang tahu jawabannya.
Bagi kita yang menulis untuk mencari ketenaran (popular)   akan berusaha  menghasilkan tulisan sebanyak-banyaknya.  Tentunya agar  dari setiap tulisan yang kita hasilkan dapat dibaca oleh  orang banyak. Jika masyarakat menemukan dan membaca tulisan kita, mereka akan mengenali siapa nama dan tulisan-tulisan kita. Maka jadi terkenallah kita pada akhirnya. Kita akan  merasa senang karena nama dan karya kita jadi terkenal (populer) di masyarakat luas.

4.     Menulis demi  uang.
Semua orang apapun profesinya, tentu butuh uang. Para pekerja pabrik, buruh tani, pedagang, nelayan, dan yang lainnya semua membutuhkannya. Hal ini termasuk kita (guru atau pendidik).
Jujur saja kita akui, bahwa untuk hidup uang senantiasa kita butuhkan. Karena dengan memiliki uang kita akan bisa membeli  segala sesuatu yang kita inginkan. Dengan uang semua kebutuhan akan dapat teratasi. Pun begitu, dengan memiliki banyak uang apa yang kita angan-angankan akan bisa tercapai.
Berkaitan  dengan itu, untuk mendapatkan uang, kita bisa menggalinya lewat tulisan. Kita bisa menulis apa saja sesuai  kemampuan kita  Bisa  artikel, isae, cerpen, novel, berita, buku, dan lain sebagainya menurut minat kita.
Bila tulisan kita  dipandang  bermutu lagi layak diterbitkan atau diinformasikan ke khalayak pembaca oleh dewan redaksi, tentu kita akan mendapatkan sejumlah uang sebagai honor atau royalti dari tulisan kita. Dengan demikian, berarti tujuan kita menulis demi mendapatkan uang akan bisa terwujud nyata.

5.        Menulis untuk mengumpulkan nilai lebih.
Menulis untuk mengumpulkan nilai (point) lebih ini banyak dicita-citakan oleh kita kaum pendidik. Karena sebagaimana tuntutan Keputusan Menpan No.84/1993 tentang Jabatan Fungsional guru dan angka Kreditnya sebagai syarat kenaikan pangkat dari IV/a ke IV/b dan seterusnya, dibutuhkan nilai kredit dari kegiatan menulis karya ilmiah sekurang-kurangnya 12 point untuk setiap tingkatan.
Kita bisa menulis artikel pendidikan di media massa mana pun. Boleh di koran-koran  boleh pula di  majalah-majalah pendidikan. Di samping itu, kita juga bisa menulis modul atau buku pelajaran untuk diterbitkan pada suatu lembaga penerbitan.  Jika tulisan kita bermanfaat bagi dunia pendidikan dan diterbitkan oleh suatu media tertentu, di samping kita akan menerima honor, nilai tambah (point) kita untuk persyaratan kenaikan pangkat dan  golongan  pun akan bisa terwujud berkat tulisan yang kita hasilkan.
Pada umumnya dewasa ini pangkat dan golongan guru  mentok/terhenti di gologan IV/A hanya karena   tidak terpenuhinya nilai 12 pada karya ilmiah. Sehingga sampai kapan pun golongan kita tak akan bisa berubah setingkat lebih tinggi sepanjang kita belum bisa memenuhi nilai 12 dari karya ilmiah yang wajib kita tulis.
Oleh sebab itu, bagi kita yang ingin mengubah pangkat dan golongan, khususnya dari IV/A dan seterusnya, menulis dengan tujuan untuk mencari nilai tambah ini bisa ditempuh sejak sekarang juga.
 Akhirnya, untuk mewujudkan impian kita menjadi seorang guru yang juga penulis, mari kita menulis sejak sekarang. Kita memulai dulu sebelum memberikan tugas pada anak didik untuk   menulis. Kita tulis apa saja yang tersirat di benak kita. Karena kita pendidik, utamakan tulisan kita yang ada kaitannya dengan pendidikan. Boleh buku pelajaran, buku pengayaan, diktat, modul, dan apa saja yang menurut kita bisa. Semua tulisan tersebut kemudian kita salurkan ke koran, majalah-majalah, maupun penerbitan buku baik terbitan lokal maupun nasional.
Ingat! Dengan tulisan, nama dan karya kita akan jadi terkenal. Dengan tulisan, kita akan bisa memperoleh finansial (honor). Dengan tulisan, kita akan bisa naik pangkat dan golongan secara mudah. Dengan tulisan, pengetahuan kita akan bertambah kaya. Dengan tulisan, jalinan persahatan makin banyak. Mari, kita budayakan menulis sejak sekarang! Selamat berkarya! ***

Sumber tulisan: Mulyoto,S.Pd.2006. Kiat Menulis untuk Media Massa. Klaten: Penerbit Sahabat
                           dan berbagai sumber tentang dunia menulis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan masukkan komentar Anda dengan sopan dan tidak berbau SARA.