SELAMAT DATANG DI BLOG GURU BELAJAR MENGARANG

Senin, 18 Juni 2012

MENGENAL SETTING DALAM CERITA FIKSI

         Sebuah cerita baik cerpen, cerpan atau bahkan novel, tentu memiliki      beberapa unsur yang saling mengikat. Unsur-unsur tersebut antara lain; tema, tokoh, alur, setting, dan gaya cerita. Tanpa adanya kelima unsur tadi, maka kehadiran cerita akan hambar. Bahkan cerita tak bisa hidup. Karena tak bisa menggambarkan ada apa, siapa, bagaimana, dan di mana kisah itu diceritakan. 
Dalam tulisan ini saya tidak akan mendifinisikan apa itu tema, tokoh, alur, maupun gaya cerita. Namun salah satu unsur saja yang kiranya perlu saya uraikan di sini, yaitu setting cerita.
Apa sih yang disebut dengan setting cerita?
Setting cerita sering dikatakan pula dengan istilah latar cerita. Yaitu sebuah unsur cerita yang menggambarkan ruang, waktu, dan letak di mana cerita itu terjadi. Contoh setting cerita yang menggambarkan ruang.
Mendengar bel berdering, Melati , Gadis , Teten, Dhestya, Jaka, Bahtiar, dan aku sendiri segera lari menuju kelas.
“Hore.......!”seru kami ramai berebut pintu kelas dengan anak yang lain.
Dalam sekejap keramaian itu pun berpindah ke dalam kelas. Banyak percakapan dan cerita teman-teman yang tercurah di situ. Banyak ragam cerita mereka. Ada yang bercerita tentang PR Bahasa Indonesia yang belum selesai dikerjakan. Ada yang memperbincangkan pengalaman sepanjang perjalanan ketika berangkat sekolah tadi pagi. Bahkan ada pula yang membicarakan bagusnya acara sinetron remaja yang mereka saksikan kemarin petang di layar televisi.  Percakapan kami baru bisa terdiam oleh   kehadiran Bu Guru Nuning ke dalam kelas.
“Selamat pagi, Anak-anak!”sapa Bu Guru kami yang amat lincah itu dengan ramah.
“Selamat pagi, Bu..........!”balas kami serempak.
“Pelajaran apa sekarang, Anak-anak?”lanjut Bu Guru yang masih muda belia tadi seraya tersenyum manis.
“Bahasa Indonesia, Bu.......!”sahut Bahtiar lantang dari bangku belakang.
“Oh, ya?”sahut Bu Guru yang berlesung pipit di kedua pipinya  tadi sambil mengambil duduk di kursi kerjanya.
“Iya, Bu!”kembali Bahtiar berseru untuk meyakinkan Bu Nuning.
 “Baiklah,”sahut Bu Guru yang cantik itu dengan ramah.“Sebelum Ibu berikan pelajaran Bahasa Indonesia,”demikian lanjutnya. “Terlebih dulu akan Ibu bacakan sebuah pengumuman penting untuk kalian.”……(Sardono Syarief, dalam Novel”Cermin di Tengah Batang”).
Dari petikan cerita di atas dapat disimpulkan bahwa cerita tersebut terjadi di dalam ruang kelas. Di sana terjadi interaksi antara tokoh anak-anak dan Bu Guru Nuning.
Tampaknya cerita tersebut juga telah mengandung unsur setting waktu, yaitu saat bel berdering….. Mendengar bel berdering, Melati , Gadis , Teten, Dhestya, Jaka, Bahtiar, dan aku sendiri segera lari menuju kelas.
Di sini  saya berikan pula contoh tentang setting waktu sebagai berikut.
Sementara, malam kian  larut. Meski demikian mata Bu Maya tak bisa terpejam sedikit pun. Bayangan kecurangan Pak Salim sangat mengganggu pikirannya.
“Bagaimana kalau Pak Salim tetap memaksa agar saya membayar sewa kamar yang tidak diakuinya itu?”resah hati Bu Maya.  “Ah, masa bodoh!  Mengapa saya harus berpikir terlalu berat?  Jika Pak Salim memaksa, saya akan berjanji dulu. Yang penting besok pagi-pagi benar saya harus keluar dari rumah ini!”demikian Bu Maya berusaha menenangkan diri.
Malam makin sepi. Dari gardu di ujung gang terdengar kentongan dipukul orang dua kali. Saat itu barulah Bu Maya dapat terlelap tidur. Pulas. (Sardono Syarief, dalam Novel “Ayah”)
  Petikan cerita di atas menggambarkan bahwa cerita itu terjadi pada waktu tengah malam. Yaitu saat Bu Maya resah tak bisa memejamkan matanya hingga kentongan bertalu dua kali dari gardu ronda yang menandakan saat itu pukul 2 dini hari.
Adapun cerita yang bersetting letak, dapat saya contohkan demikian.
Malam itu, Iwan dan Trio ngobor jangkrik genggong di persawahan timur kampung. Persawahan yang baru saja dipaneni kacang tanahnya kemarin siang itu, memang cukup banyak jangkriknya. Sehingga bukan  Iwan dan Trio saja yang maghrib-maghrib sudah tiba di tempat itu. Tetapi banyak juga teman kedua anak tersebut yang ikut berdatangan ke sana. (Sardono Syarief, dalam Novel “Upah si Raja Jangkrik”)
Setting cerita pada paragraf di atas menggambarkan bahwa kejadian ceritanya berada di persawahan timur kampung. Di situ banyak anak sibuk mencari jangkrik genggong, hingga lupa waktu sholat maghrib bagi mereka.
Contoh lainnya.
“Nak Lia..! Nak, Nak Lia…!  Tolonglah saya, Nak. Saya sakit, Nak Lia…!”suara memelas itu keras lagi berulangkali datangnya. Hingga kagetlah Lia, ketika ia menoleh dan mendapatkan sesosok tubuh perempuan renta yang terkulai di pinggir jalan.
“Lho, kok Nek Saidah? Mengapa Nenek berada di sini? Mengapa kaki kanan Nek Saidah berlumuran darah?”
“Ta,ta,tadi, Nenek ditabrak Honda dari belakang, Nak Lia. Tapi motornya   terus lari meniggalkan Nenek,”tutur Nenek renta yang terkulai   di bawah pohon mahoni   itu agak tesendat.
“Duh, kasihan sekali engkau Nek!”dengan perasaan penuh iba, Lia berseru. Anak itu gugup. “Mari ikut Lia ke Puskesmas, Nek!”dipapahnya Nek Saidah dengan hati-hati.
“Pak Penarik Becak! Tolong saya, Pak!”panggil Lia kepada seorang pengemudi becak  yang kebetulan melintas tak jauh dari tempat itu.
“Ke mana, Nak?”
“Ke Puskesmas terdekat, Pak!”pinta Lia. (Sardono Syarief, dalam Novel “Seuntai Kalung Emas”)
Cerita di atas menggambarkan settingnya terletak di pinggir jalan, di bawah pohon mahoni. Tak pernah disangka oleh Lia kalau Nek Saidah, tetangganya terkulai di situ akibat terlanggar sepeda motor yang tak mau bertanggung jawab.
Nah, kiranya dengan sedikit penggalan cerita sebagaimana yang saya  contohkan di atas, mudah-mudahan bisa bermanfaat dan menambah sedikit wacana bagi rekan-rekan, khususnya penulis pemula yang berkeinginan untuk menerjunkan diri sebagai pengarang fiksi. Selamat berkreatifitas!

1 komentar:

Silakan masukkan komentar Anda dengan sopan dan tidak berbau SARA.